Assalamualaikum wr. wb.
Hai. Kali ini gue mau ngomong soal betapa para wanita muda-atau-agak-tua jaman sekarang telah dibodohkan dan dibuat hilang arah. Bukan, bukan dengan berserakan-bagai-bulu-kambing nya sinetron-sinetron gaje galau entah yang udah masuk kubur ato baru brojol. Walaupun emang yang begituan juga bikin bego dan hilang arah. Tapi khusus kali ini gue mau mikir dikit soal yang namanya emansipasi wanita.
Setaun belakangan ini I just realize it's all just one big bullshi—oh, pardon my language, I mean bull-faeces.
Kita ambil contoh yang pasti dulu deh. Gausah jauh2 dulu. Kita ambil yang di Jakarta.
Pada tau busway kan? (iyalah, goblok lu fi) Nah di busway, area belakang supir, kan ada wilayah yang ditandai plang pink berlogo kepala wanita bertuliskan "Saatnya WANITA jadi yang utama".
Gue meringis liatnya.
KURANG BEGO APA COBA TULISAN ITU? Gue tantang pada deh sekarang. Ada gak yang bisa nyebutin secara pasti, "Ladies first" pertama dibikin taun berapa? Oleh siapa?
Sekarang gue tanya lagi. 'Ladies first' artinya apa? Buat apa ada gituan?
Gue jawab. Karena di Eropa dulu gadis juga labor force, kayak pria. Tapi mereka labor di rumah. They clean, they sweep and all. Mereka nggak diwajibkan ikut perang, nggak ikut sidang. Mereka juga lembe. Jaga rumah emang berat, tapi kata siapa kerja cowoknya nggak berat?
Jadi pria2 saat itu bikin aturan demi menghormati harkat martabat wanita. Look: wanita cuman bisa perawan sekali kan? Kalo cowok perjaka kagak kan tinggal ngomong, toh abis mandi gak berbekas ini-_-
Bahkan di Titanic, 1912, aturan yang dipaksakan tiap kru kapal adalah 'Women and children first'. Aturan ini bikin jumlah laki mati di Titanic super massal.
So, balik lagi. Kemana larinya emansipashit jaman sekarang?
Ya tadi itu. Wanita kagak puas disetarain haknya sama cowok! Mungkin lo bakal justifikasi ke gue, "Terus jasa R. A. Kartini gimana?" Nihya, di Jawa Kuno wanita emang agak didiskriminasi. Gue akui itu. Makanya Kartini pengen martabat cewek naikan dikit kek. Ini yang dia curhatin di Habis Gelap Terbitlah Terang. Tapi gini deh! Kali aja lo minta persamaan hak kalo kewajiban dan spesifikasi fismen (fisik mental —red.) aja gak sama!
Cowok: gak perlu brojolin anak, tinggal bikin; bisa perjaka seumur idup, tinggal ngomong; gak perlu esek esek nyuci dan lain2. Makanya kerjanya berat, haknya udah banyak.
Cewek: nyuci, ngelahirin, jaga anak, perawan cuma sekali, terima dikeplokin cowok, dan lain2. Makanya kerjany jaga rumah bukan ikut perang, kasian.
Dan dengan ditambah kondisi dimana emosi cewek jauh lebih eksplosif daripada cowok yang berdasar logika (plus adanya menstruasi dan pms) mereka masih pengen persamaan hak kewajiban.
Bitch please. Kali aja lo bakal kuat. Ada alesannya Islam nyuruh pemimpin/imamnya cowok. Ada alesannya pastor2 cowok semua. Ada alesannya Nabi2 cowok semua.
Mata ente pada kemana wey, cewek2.
Bahkan sampe sekarang ada istilah SSTI. Inilah kemana 'emansipasi' lari—bukan gender equality, tapi gender supremacy! Ginilah kalo cewek dibiarin. Mereka ngelunjak. Dulu pengen disamain, dikasih. Sekarang? Mereka ga puas, men. Mereka pengen supremasi. Mereka bukan pengen sama dengan pria, mereka pengen DI ATAS pria.
Seperti yang udah gue bilang, brothers. Inilah kenapa I'm fed up with this shi—poo. This fuc—coitus.
"Saatnya WANITA jadi yang utama."
Bull-faeces. Lukata 'ladies first' buat apa hah?
Jadi menurut gue lirik 'sejak dulu wanita dijajah pria' harus dimodif dikit. Jadi 'dulu wanita dijajah pria'. Terus lanjutannya 'sekarang pria dijajah wanita'.
Tapi entah pria ato wanita, gue telah mencapai konklusi kesepakatan. Bahwa kita paling takut sama WARIA.
Siapa coba yang gabakal ngacir kalo didatengin yang satu itu?
So sekian dulu dari gue. No sexist no problem ya, no money no-dong.
Wass. wr. wb.
-Alfi
0 komentar:
Post a Comment